Biografi Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Harb bin Umayyah. Ayahnya Abdul Aziz pernah menjadi gubernur mesir selama beberapa tahun. Ia masih merupakan keturunan umar bin Khattab melalui Ibunya Lailah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.[1]
Umar bin Abdul Aziz dilahirkan di kota Hulwan, tidak jauh dari Kairo. Ketika itu ayahnya yang jadi gubernur Mesir. Tetapi Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan bahwa Umar dilahirkan di Madinah. Silsilah keturunannya dari pihak ibu, bersambung kepada Khalifah yang kedua, Umar bin Khattab. Sebab itu ia telah mewarisi daripadanya banyak sifat-sifat yang mulia dan jarang tandingannya. Bahkan dimasa kecilnya ia tinggal bersama paman-paman ibunya di Madinah. Dalam suasana itulah ia mempelajari bimbingan-bimbingan dan pendapat-pendapat yang sehat dan disana pulalah ia tumbuh dengan baik. Pendidikan yang diperolehnya pada masa tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifatnya yang istimewa dan terpuji itu.[2]
Ketika kecil Umar bin Abdul Aziz sering berkunjung ke rumah paman Ibunya, Abdullah bin Umar bin Khattab. Setiap kali pulang ia selalu mengatakan pada Ibunya bahwa ia ingin seperti kakeknya. Ibunya menerangkan bahwa kelak ia akan hidup seperti kakeknya itu, seorang ulama yang wara’.[3] Ketika Umar bin Abdul Aziz masih kecil, keningnya pernah ditabrak oleh binatang. Ayahnya kemudian mengusap darah dari keningnya dan berkata, “Apabila kamu adalah orang yang mendapat luka dari keturunan Marwan, maka kamu adalah orang yang sangat berbahagia”. Dalam hal ini Umar bin Khattab berkata, “Di antara keturunanku ada seseorang yang terdapat bekas luka di wajahnya, dia adalah orang yang akan menegakkan keadilan di muka bumi.” (H.R. Al Baihaqi dan Ibnu Asakir dengan lafad yang sama).[4]
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Umar menghabiskan sebagian besar hidupnya di Madinah. Ketika ayahnya Abdul Aziz wafat, khalifah Abdul Malik bin Marwan menyuruhnya ke Damaskus dan menikahkan dengan putrinya, Fathimah. Seorang perempuan shalehah yang mengikuti Umar bin Abdul Aziz dan lebih mengutamakan apa yang di sisi Allah atas harta benda di dunia. Dialah perempuan yang dimaksud dalam sebuah syair:
Putri Khalifah dan Kakeknya juga khalifah,
Saudari para khalifah dan suaminya pun khalifah.
Maksud bait syair ini adalah putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan, kakeknya adalah khalifah Marwan bin Hakam, saudaranya adalah Khalifah Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Yazid bin Abdul Malik, Hisyam bin Abdul Malik dan suaminya adalah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Bahkan ada yang mengatakan bahwa tidak ada perempuan seperti ini sampai sekarang selain dia. Dari istrinya ini, Umar bin Abdul Aziz mendapatkan tiga orang anak yaitu Ishaq, Ya’qub, dan Musa.[5]
Di antara istri Umar bin Abdul Aziz adalah Lamis binti Ali bin Harits, dari istrinya ini Umar mendapatkan tiga orang anak yaitu Abdullah, Bakr dan Ummu Ammar. Istri selanjutnya adalah Ummu Utsman binti Syu’aib bin Zayyan dan mendapatkan satu orang anak yaitu Ibrahim. Sedangkan anak-anak Umar bin Abdul Aziz yang bernama Abdul Malik, Walid, Ashim, Yazid, Abdullah, Abdul Aziz, Zayyan, Aminah dan Ummu Abdillah, Ibu mereka adalah Ummu Walad.[6]
Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi gubernur Hijaz. Ketika itu usianya baru 24 tahun. Saat masjid Nabawi dibongkar dan diperbaiki Umar bin Abdul Aziz dipercaya sebagai pengawas pelaksana.[7]
Langkahnya yang bisa dicontoh oleh para pemimpin saat ini adalah membentuk sebuah dewan Penasihat yang beranggotakan sekitar 10 ulama terkemuka saat itu. Bersama merekalah umar mendiskusikan masalah yang dihadapi masyarakat. Karena beberapa tindakan beraninya memberantas kezhaliman, atas hasutan Hajaj bin Yusuf dan orang-orangnya, Umar diberhentikan dari jabatan gubernur. Namun ketika khalifah Sulaiman bin Abdul Malik berkuasa ia kembali diangkat menjadi al-Katib (sekretaris).[8]
Penyebab dipecatnya Umar oleh Khalifah Al-Walid dari jabatannya sebagai gubernur madinah, karena terjadi perselisihan antara Umar dan Al Hajjaj atau Umar tidak menyetujui tindakan Al-Walid yang memecat Sulaiman bin Abdil Malik dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan mengangkat putra Al Walid sendiri.[9]
Umar bin Abdul Aziz sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abdil Hakam, amat gemar memakai wangi-wangian, rambutnya dipanjangkan, kainnya diturunkan, kalau dia berjalan diperindahnya jalannya. Oleh karena itu, ia tidak menpunyai cacat baik dalam masalah makan dan minum, hubungan pernikahan ataupun dalam masalah hukum.[10] Sifat-sifat fisik Umar bin Abdul Aziz adalah berkulit hitam manis, berwajah lembut dan tampan, dihiasi janggut yang bagus, bermata cekung, di dahinya terdapat bekas luka akibat tapak kuda dan rambutnya sedikit beruban. Ada yang mengatakan tentang sifat fisiknya bahwa dia seorang laki-laki berkulit putih, berwajah lembut, tampan bertubuh kurus dan memiliki janggut yang bagus.[11]
Penulis: Muhammad Nasir

Catatan Kaki
[1] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah (Jakarta: Al-Kautsar, 2008), hlm. 56
[2] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1 (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003), hlm. 101
[3] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah (Jakarta: Al-Kautsar, 2008), hlm. 102
[4] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 398
[5] Ali Muhammad Ash-Shallabi, Umar bin Abdul Aziz Khalifah Pembaharu dari Bani Umayyah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 17-18
[6] Ibid., hlm. 18
[7] Hepi Andi Bastoni, Op.Cit, hlm. 102
[8] Ibid, hlm. 101
[9] A. Syalabi, Op.Cit., hlm. 102
[10] Ibid., hlm. 101-102
[11] Ali Muhammad Ash-Shallabi, Umar bin Abdul Aziz Khalifah Pembaharu dari Bani Umayyah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 18

Leave a Reply

Your email address will not be published.