Pengertian Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin berasal dari kata khulafa dan ar-rasyidin.
Kata khulafa merupakan jamak dari kata khalifah yang berarti pengganti dan kata
ar-rasyidin berarti mendapat pentunjuk.[1] Dengan demikian KhulafaurRasyidin memiliki arti Para Pengganti yang Mendapat Petunjuk. Ada pula Penertian
yang tepat dalam bahasa kitab terhadap kalimat “Khalifah” ini ialah
“pengganti”, seperti tersebut dalam Al Quran:
وَاِذْ قَلَ
رَبِّكَ لِلْمَلئِكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيْفَة (البقرة :30)
"Dan ingatlah tatkala Tuhan
engkau berkata kepada malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi
seorang khalifah."
يَا دَاوُدُ اِنَّا
جَعَلْنَا كَ خَلِيْفَةً فِي الأَرْضِ (ص: 26)
“Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau telah Kami jadinya
Khalifah di muka buka.”
Kata khalifah pada ayat diatas bisa diartikan sebagai pengganti
atau alat dari Allah untuk melaksanakan hukum Tuhan dalam pemerintahannya. Dan
boleh juga diartinya bahwa dia telah ditakdirkan Tuhan menjadi pengganti dari
raja-raja dan pemimpin-pemimpin dan nabi-nabi Bani Israil yang terdahulu dari
padanya.[2]
Khulafaur Rasyidin terdiri atas empat sahabat utama Nabi Muhammad
SAW., yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin
Abi Thalib. Setelah Nabi Muhammad SAW
wafat mereka menjadi contoh utama da;am menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam. Mereka melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan Islam dengan baik. Masa
pemerintahan mereka merupakan gambaran yang paling tepat bagi pelaksnaan hukum
pemerintahan Islam[3].
Sebelum memeluk Islam, Abu Bakar as-Siddiq bernama Abdul Ka’bah.
Oleh Rasulullah namanya diganti menjadi Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi.
Ibunya bernama Ummul Khair Salma binti Sakhir bin Amir. Beliau lahir dua tahun
setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Abdullah kemudian digelari Abu Bakar as-Siddiq yang artinya
“Abu”(Bapak) dan “Bakar”(pagi). Gelar itu diberikan karena beliau merupakan
oramh dewasa yang pertama kali memeluk islam dan beliau masuk Islam pada waktu
pagi, sedangkan gelar as-Siddiq diberikan kepadanya karena beliau orang yang
senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah SAW., terutama dalam
peristiwa Isra Mi’raj.[4]
Dimasa jahiliyah Abu Bakar berniaga. Sesudah memeluk Islam,
dicurahkan perhatiannya untuk mengabdi dan menyiarkan agama Islam. Perhatiannya
untuk perniagaan hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
sehari-hari. Di masa jahiliyah beliau terkenal sebagai orang yang jujur dan
berhati suci. Tatkala agama Islam datang segeralah dianutnya, kemudian ikut menyiarkan
dan mengembangkannya[5].
Pada masa kepemimpinananya, khalifah Abu Bakar as-Siddiq melakukan
beberapa usaha dan mencapai beberapa prestasi sebagai berikut.
Memerangi Kaum Murtad
Sepeninggal Rasulullah di dalam masyarakat Arab timbul tiga
golongan kekuatan yang sewaktu-waktu dapat membahayakan kelangsungan hidup
agama Islam. Tiga golongan itu iyalah: kaum murtad, nabi-nabi palsu, dan
orang-orang yang tidak membayar zakat. Hal itu timbul dari orang-orang yang
kurang teguh imannya. Keadaan yang demikian itulah yang dihadapi Abu Bakar dan
yang harus diperbaikinya[6].
Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Najed menyatakan
murtad atau membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberaapa
diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara
utuh. Beberapa yang lain memeluk kembali memeluk agama dan tradisi lamanya,
yakni menyembah berhala. Suku-suku
tersebut menyatakan bahwa mereka hanya memiliki perjanjian dengan Nabi Muhammad
SAW. Oleh karena itu, kematian Nabi Muhammad SAW. menjadi alasan sehingga
perjanjian tersebut tidak berlaku lagi.
Rasa kesukuan dan sifat paternalistis, yaitu tunduk secara membabi
buta kepada pemimpinnya, juga menjadi penyebab timbulnya gerakan murtad
ini. kepala suku yang masih lemah
imannya kemudian mempelopori gerakan murtad. Khalifah Abu Bakar memandang
gerakan tersebut sangat berbahaya karena hampir seluruh penjuru jazirah Arab
muncul gerakan murtad.
Menghadapi keadaan tersebut, khalifah Abu Bakar bersifat tegas.
Ketegasannya itu tersirat dalam salah satu ucapannya, yaitu”Jika saja zakat itu
hanya seutas tali unta dan mereka tidak mau menunaikannya, niscaya tetap aku
perangi mereka”.
Sebagian kaum murtad ada yang menerima ajakan damai tersebut dan
kembali tunduk kepada hukum Islam. Namun, ada juga yang tidak mau berdamai dan
memilih berperang. Mereka dipimpin oleh orang-orang yang mengangkat dirinya
sebagai Nabi. Mereka adalah Nabi-Nabi palsu yang berusaha menghancurkan Islam,
diantaranya Aswad Al-Ansi, Tulaihah bin Khuwailid Al-Asadi, Malik bin Nuwairah,
dan Musailamah Al-Kazzab. Mereka semua berhasil dikalahkan oleh kaum muslimin
dan membuat Islam kembali berhasi memperoleh kesetiaan dari seluruh jazirah
Arab[7].
Kodifikasi Al-Quran
Hasil karya masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq yang masih dapat kita
rasakan hingga sekarang adalah mushaf Al-Quran. Ketika itu, Al-Quran tertulis
dalam berbagai benda yang berserakan di berbagai tempat. Usaha ini dilaksanakan
atas saran Umar bin Khattab yang saat itu menjadi penasihat utama khalifah Abu
Bakar[8].
Alasan Umar mengusulkan untuk mengumpulakan Al-Quran yaitu:
1) Para penghapal wahyu banyak yang gugur syahid
di medan pertempuran. Dalam memerangi tiga kaum penyeleweng, tidak kurang dari
700 orang gugur.
2) Sarana penulisan wahyu yang berupa daun-daun,
kayu-kayu, dan tulang-tulang adalah benda-benda yang mudah rusak.
3) Kalau kedua hal tersebut habis dan lenyap akan
membahayakan kemurnian wahyu.
Usul tersebut diterima baik oleh khalifah dan
kemudian penulisan wahyu tersebut dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit atas perintah
Abu Bakar. Setelah terkumpul menjadi satu mushaf diserahkan kepada khalifah dan
disimpan oleh beliau, sesudah itu disimpan oleh Umar bin Khattab. Setelah Umar
meninggal mushaf itu disimpan oleh Hafsah putri Umar[9].
Perluasan wilayah Islam
Setelah situasi sosial politik masyarakat Islam dirasa stabil,
khalifah Abu Bakar mulai menyebarkan ajaran Islam ke wilayah yang lebih luas
lagi. Dalam perluasan wilayah tersebut Abu Bakar selalu menekankan kepada para
panglimanya untuk mengutamakan pendekatan damai. Tiga hal yang menjadi pegangan
utama para tentara Islam saat memasuki daerah baru yaitu:
1) Dianjurkan masuk Islam maka
jiwa dan hartanya akan dilindungi
2) Boleh tidak masuk Islam, tetapi
membayar jizyah (pajak perlindungan yang sangat ringan) maka jiwa dan hartanya
dilindungi.
3) Jika menentang, maka akan
diperangi.
Ketiga hal itulah para tentara Islam disambut dengan penuh suka cita ketika memasuki
suatu wilayah baru.
Beberapa wilayah yang menjadi penyebaran Islam adalah wilayah yang
dikuasai Kekaisaran Persia dan Bizantium. Pesia menguasai wilayah yang luas
meliputi Irak, Syam, dan bagian wilayah utara. Sejumlah kabilah Arab tunduk
dibawah kekusaan mereka. Khalifah Abu Bakar mengirimkan dua panglima untuk
menundukkan wilayah tersebut, yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harisah.
Mereka mampu mengeusai Hirah dan beberapa kota lainnya, yaitu Anbar, Daumatul
Jandal, dan Fars. Peperangan ini dihentikan setelah Abu Bakar memerintahkan Khalid
bin Walid berangkat menuju Suriah. Ia diperintahkan untuk membantu pasukan
muslim yang mengalami kesulitan menghadapi pasukan Bizantium yang sangat besar.
Komando pasukan kemudian dipegang oleh Musanna bin Harisah.
Kekaisaran Bizantium menjadikan kota Damaskus, Suriah sebagai pusat
pemerintahan dan di wilayah Arab da sekitarnya. Untuk menghadapi mereka,
Khalifah Abu Bakar mengirimkan beberapa pasukan,
1) Pasukan Yazid bin Abu Sufyan
ke Damaskus
2) Pasukan Amr bin As ke Palestina
3) Pasukan Syurahbil bin Hasanah
ke Yordaniya
4) Pasukan Abu Ubaydah bin
Jarrah ke Hims.
Pasukan Islam ketika itu berjumlah 18000. Adapun pasukan Romawi
berjumlah 24000 orang. Menghadapi jumlah yang sangat bersar itu pasukan muslim
mengalami kesulitan. Khalifah segera memerintahkan Khalid bin Walid berangkat
menuju Syam. Khalid bin Walid melakukan perjalan bersejarah selama 18 hari melewati
dua padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Ia segera bergabung dengna
pasukan yang ada di sana.
Pertempuran akhirnya pecah di pinggir sungai Yarmuk. Oleh karena
itu,perang ini disebut perang Yarmuk ketika perang telah berkecamuk, datanglah
kabar bahwa Abu Bakar meninggal. Beliau digantikan oleh Umar bin Khattab.
Khalid bin Walid digantikan oleh Abu Ubaydah bin Jarrah. Peperangan ini
akhirnya berhasil di menangkan pasukan muslim dan menjadi kunci utama runtuhnya
kekuasaan Bizantium di tanah Arab[10].
Abu Bakar memimpin selama 2 tahun 3 bulan lebih sepuluh hari.
Beliau sakit kepala selama 16 hari. Wafat pada tanggal 21 Jumadil akhir 13H/ 22
Agustus 634 M. Jenazah beliau dimakamkan didalam hujrah Nabi di samping makam
Rasul[11].
Umar bin Khattab putra Nufail Al-Quraisy, dari suku Bani Adi.
Sebelum Islam, suku Bani Adi ini terkenal sebagai suku yang terpandang mulia,
megah dan berkedudukan tinggi. Umar bin Khattab tidak termasuk pemeluk Islam
pada masa awal. Pada periode Makkah, Umar bin Khattab merupakan musuh utama
umat Islam.[12]
Rasulullah SAW. kemudian memohon kepada Allah agar mengislamkan
salah satu Umar. Permohonan Rasulullah SAW. dikabulkan dengan islamnya Umar bin
Khattab. Sejak itu, Rasulullah SAW. dan kaum muslimin tidak perlu beribadah dan
berdakwah secara sembunyi-sembunyi lagi.
Umar bin Khattab adalah orang yang cerdas. Umar bin Khattab adalah
salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. yang tidak serta merta menerima keputusan
Nabi terhadap suatu masalah. Akan tetapi, jika keputuan itu berdasarkan wahyu
dari Allah dan bukan pemikiran Nabi, Umar bin Khattab akan langsung menaatinya.
Umar bin Khattab juga sangat tegas dalam membedakan kebenaran dan kebathilan.
Karena ketegasannya tersebut, Rasulullah SAW. menyematkan gelar Al-Faruqyang
artinya pemisah atau pembela. Allah telah memisahkan yang hak dan yang batil
pada dirinya. Umar bin Khattab ditunjuk oleh Abu Bakar sebagai penggantinya dan
penunjukan itu didukung oleh sahabat-sahabat Nabi yang lain[13].
Beberapa prestasi yang berhasil diraih Umar saat menjabat khalifah yaitu
sebagai berikut :
Perluasan Wilayah
Meskipun pengembangan dakwah Islam dan perluasan wilayah sudah
dilakukan sejak masa khalifah Abu Bakar, para ahli sejarah menyatakan bahwa
imperium Islam sesungguhnya berdiri pada masa khalifah Umar bin Khattab. Pada
masa itu perluasan wilayah terjadi secara besar-besaran dan dikenal sebagai
periode FutuhatAl-Islamiyyah. Secara berturut-turut, pasukan Islam
berhasil menguasai Suriah, Persia, Mesir.[14]
Di zaman Umar gelombang ekspansi pertama terjadi, ibu kota Syiria,
Damskus, jatuh tahun 635 M. Dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium
kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh ketangan kekuasaan
Islam. Dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di
bawah pimpinan ‘Amr ibnu Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa/ad bin Abi
Waqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukan tahun 641 M. Dengan demikian,
Mesir jatuh ke tangan kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di
Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, Al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M. Mosul dapat
dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpina Umar, wialayah kekuasaan Islam
sudah meliputi Jazirah Arab, Palestina, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir[15].
Menata Administrasi dan
Keuangan Pemerintahan
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar memebentuk Baitul Mal dan
Dewan Perang. Baitul Mal bertugas mengurusi keuangan negara. Keluar masuknya
keuangan, baik dipusat maupun di provinsi-provinsi diawasi dengan ketat. Adapun
Dewan Perang bertugas mencatat administrasi ketentaraan.
Khalifah Umar memilih orang yang jujur untuk bertugas di Baitul
Mal. Para pegawai pemerintahan dan tentara digaji dari Baituk Mal dengan
disesuaikan kedudukannya. Boleh dikatakan, Khalifah Umar adalah Khalifah
yangpertama kali memperkenalkan sistem penggajian bagi pegawai pemerintah.
Selain itu, Khalifah Umar juga memberikan santunan dari Baitul Mal
kepada seluruh rakyatnya. Besarnya santunan disesuaikan lamanya mereka memeluk
Islam. Pada masa Khalifah Umar, kemakmuran dapat dinikamati rakyat dari seluruh
pelosok negeri.[16]
Penetapan Kalender Hijriah
Sistem kalender hijriah saat ini dicetus oleh Khalifah Umar bin
Khattab. Sebelum siste kalender hijriah ditetapkan, orang-orang menggunakan
sistem kalender Masehi. Sistem itu banyak di gunakan orang-orang Nasrani. Agar
berbeda dengan orang Nasrani, kaum muslimin juga berkeinginan untuk mempunyai
sistem kalender sendiri. Sebagian kaum muslimin mengusulkan agar kalender
tahunan Islam dimulai sejak Nabi diangkat menjadi Rasul. Sebagian lainnya mengusulkan
agar tahun Islam dimulai pada saat Nabi Muhammad SAW lahir.
Khalifah Umar bin Khattab menetapkan permulaan tahun Islam adalah
pada saat Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah. Hal itu disebabkan hijrah
merupakan titik balik kemenangan Islam. Hijrah juga menandai dua periode dakwah
Islam. Periode dakwah sebelum Nabi Muhammad SAW. hijrah disebut periode Mekah
sedangkan periode dakwah setelah beliau hijrah dikenal sebagai periode Madinah.
Dan demikian pula pembagian surah-surah al-Quran yang turun sebelum hijrah
disebut surah-surah Makkiyah, sedangkan surah-surah al-Quran yang turun setelah
hijrah disebut serah Madaniyah.Umar memerintah selama 10 tahun ( 13-23
H/634-644 M ). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah[17].
Penulis: Fathriani, Hidayati, Nisa, Nor Safitri
Baca Juga:
Eksistensi dan Peradaban Islam pada masa Khulafaur Rasyidin (Part 2)
[1]A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir
Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 361 dan 499.
[2]Departemen Agama, Sejarah Kebudayaan
Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jemdral Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1999), hal. 68.
[3]H. Darsono dan T. Ibrahim, Tonggak
Sejarah Kebudayaan Islam. (Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2009), hal. 55.
[15]Drs. Badri Yatim, MA dan H.D. Sirojuddin AR, Sejarah
Kebudayaan Islam I, (Jakarta : Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1995), hal. 37.
0Comments