K.H. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, tanggal 211 Maret 1910, dan meningga dunia pada tanggal 30 Maret 1985 dengan meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak.[1] Ayahnya yang bernama Santausa Annam Bashari berasal dari keluarga elit Jawa yang taat beragama dan merupakan generasi ketiga dari pemimpin Pondok Gontor Lama dan generasi kelima dari Pangeran Hadiraja Adipati Anom, putra Sultan Kesepuhan Cirebon. Sedangkan ibunya adalah keturunan Bupati Suriadiningrat yang terkenal pada zaman abad Mangkubumen dan Penambangan (Mangkunegaran).

Sejak usia kanak-kanak Imam Zarkasyi sudah hidup sebagai anak  yatim, karena saat ia berusia delapan tahun ayahnya meninggal dunia. Namun ia masih beruntung karena tumbuh di tengah-tengah keluarga yang memiliki perhatian besar terhadap pendidikan Islam. Sambil Mengelola sawah dan tanah pekarangan peninggalan suaminya, ibunya teurs berusaha memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak-anaknya. Melalui pendidikan yang dilakukan ibunya itulah ia memperoleh dasar-dasar pendidikan agama serta kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Pesan ibunya yang menyatakan bahwa kamu harus menjadi alim dan salih selalu ia perhatikan dalam setiap langkah yang dilakukannya.

Tidak lama setelah ibunya meninggal dunia pada tahun 1920, Imam Zarkasyi mulai belajar agama (mondok) di Pesantern Joresan. Karena proses belajar di Pesantren diselenggarakan pada sore hari, maka di9 pagi harinya ia belajar Sekolah Desa Ngulampang. Kitab-kitab yang diajarkan di Pesantren tersebut antara lain Ta’lim al-Muta’allim, al-Sullam, Safinah al-Naja dan al-Taqrib. Tiga tahun kemudian, ia melanjutkan pendidikan umumnya di Sekolah Ongko Loro Jenis dengan masa belajar dua tahun. Pelajaran Utama di Pesantren ini adalah tauhid, di samping khatam al Quran, Barzanji dan khitabah (pidato).

Sumber lain menyebutkan bahwa pada saat belum genap berusia 16 tahun, Imam Zarkasyi mulai menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah kelahirannya, seperti pesantren Jorasi, pesantren Joresan dan pesantren Tegalsari. Setelah belajar di Sekolah Ongkoloro, ia melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem, Solo. Pada waktu yang bersamaan ia belajar di sekolah Mambaul Ulum. Dan masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh K.H. AL-Hasyimi, sampai yahun 1930. Selama belajar di sekolah-sekolah tersebut, terutama Sekolah Arabiyah Adabiyah, ia sangat tertarik dan kemudian mendalami pelajarn bahasa Arab.

Biografi Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia KH. Imam Zarkasyi
KH. Imam Zarkasyi. (foto: id.wikipedia.org)
Ketika ia belajar di Solo, salah seorang gurunya yang amat berpengaruh ke dalam diri Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik dan sekalligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oelh Pemerintah Prancis di wilayah jajahan Belanda, dan akhirnya menetap di Solo.[2]

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatra Barat sampai tahun 1935. Setelah tamat belajarr di tempat itu, ia diminta oleh gurunya, Mahmud Yunus untuk menjadi direktur perguruan tersebut. Namun Imam Zarkasyi hanya dapat memenuhi permintaan dan kepercayaan tersebut selama satu tahun, dengan pertimbangan meskipun meskipun jabatan itu cukup tinggi, tetapi ia merasa bahwa jabatan tersebut bukanlah tujuan utamanya setelah menuntut ilmu di tempat itu. Imam Zarkasyi yang dinilai oleh Mahmud Yunus memiliki bakat yang menonjol dalam bidang pendidikan, namun ia melihat bahwa Gontor lebih memerlukan kehadirannya. Di samping itu, kakaknya Ahmad Sahal yang tengah bekerja keras mengembangkan pendidikan di Gontor tidak mengizinkan Imam Zarkasyi berlama-lama di luar lingkungan pendidikan Gontor.

Setelah menyerahkan jabatannya sebagai direktur Pendidikan Kweekschool kepada Mahmud Yunus, K.H. Iman Zarkasyi kembali ke Gontor. Pada tahun 1936 itu juga, genap sepuluh tahun setelah dinyatakannya Gontor sebagai lembaha pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi segera memperkenalkan program pendidikan baru yang ia beri judul Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) di mana ia sendiri bertindak sebagai direkturnya.

Gagasan mendirikan KMI sebagaimana tersebut di atas karena dipengaruhi oelh pendidikannya belajar di Sumatra Thawalib School, Normal Islam School atau Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) yang ada Padang Panjang di bawah pimpinan Mahmud Yunus yang tamatan Al-Azhar, Kairo.
Pengalaman belajar yang beragam yang didukung oleh kecerdasan dan kesungguhannya, menyebabkan Imam Zarkasyi tampil dengan tingkat penguasaan yang memadai dalam berbagai disiplin ilmu agama dan ilmu umum. Selain itu kecenderungan dan bakat Imam Zarkasyi untuk menjadi pendidik semakin besar. Ia memlilih bidang pendidikan sebagai lahan perjuangan dan pilihan hidupnya.

Setelah merasa mamiliki bekal yang agak memadai, Imam Zarkasyi selain mengabdikan dirinya untuk bidang pendidikan, juga untuk bidang kegiatan sosial kemasyarakatan dan kenegaraan. Pada tahun 1943 misalnya, ia diminta untuk mejadi kepala Kantor Agama Kepresidenan Mediun. Pada masa pendudukan Jepang, ia pernah aktif membinaa dan menjadi doseen di barisan Hizbullah di Cibarusa, Jawa Barat. Setelah Indonesia merdeka, Imam Zrkasyi turut aktif membina Deprtemen Agama RI, khususnya pada Direktorat Dpertemen Agama yang pada waktu menterinya H.M. Rasyidi. Selain itu tenaga dan keahliannya juga banyak dibutuhkan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada saat Ki Hajar Dewantara sebagai menterinya.

Jabatan-jabatan penting lainnya yang dia duduki adalah sebagai pendidik pada Lembaga Pendidikan Gontor. Dan pada saat yang bersamaan ia juga menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Pendidikan Kementerian Agama san Komite Penelitian Pendidikan pada tahun 1946. Selain itu, selama 8 tahun (1948-1955) ia dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII) yang sekretarisnya waktu itu dijabat oleh K.H.E.Z. Muttaqin.

Selain itu Imam Zarkasyi juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Perencanaan Pendidikan Agama pada Sekolah Dasar Kementerian Agama Majleis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A) Departemen Agama, Anggota Badan Perencana Peraturan Pokok Pendidikan Swasta Kementerian Pendidikan (1957). Selain itu, pada tahun 1957, ia juga di angkat sebagai Anggota Dewan Perancang Nasional oleh Presiden Soekarno.

Dalam percaturan dunia internasional, Imam Zarkasyi pernah ditetapkan sebagai anggota delegasi Indonesi dalam kunjungan ke Uni Soviet pada tahu 1962, Setelah itu, sepuluh tahun berikutnya ia ditunjuk mewakili Indonesia dalam Mu’tamar Majma al-Buhuts al-Islamiyah (Mu’tamar Islam se-Dunia) ke-7 yang berlangsung di Kairo, Mesir. Selain itu, ia juga pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Disamping sebagai aktivis dalam bidang pendidikan, sosial dan politik kenegaraan, Imam Zarkasyi juga adalah seorang ulama yang produktif dalam bidang tulis-menulis. Dalam hubungan ini, ia telah menulis beberapa karya ilmiyah yang hingga sekarang masih digunakan di Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo dan beberapa pesantren lainnya di Indonesia.[3]
Biografi Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia KH. Imam Zarkasyi
Biografi Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia KH. Imam Zarkasyi. (foto: timesindonesia.co.id)
Karya-Karya KH. Imam Zarkasyi
Sebelum memahami karya-karya yang dihasilkan KH. Imam Zarkasyi, layak kiranya jika terlebih dahulu dipahami pemikiran tentang makna karya. Karya dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, secara mendasar dihubungkan dengan prinsip amal jariyah yang membawa manfaat kepada orang lain. Semakin besar manfaat karya seseorang semakin besar nilai amal jariyah dari karya itu. Sehingga, karya yang bermanfaat merupakan salah satu bentuk ibadah dan realisasi ketaqwaan serta menjadi ukuran kebesaran seseorang.

Karangan KH. Imam Zarkasyi dalam bentuk tulisan diantaranya adalah:
  1. Darus al-Lugha al-‘Arabiyyah I dan II, merupakan buku pelajaran bahasa Arab dasar dengan sistem Gontor.
  2. Kamus Darus al Lugah al-‘Arabiyyah I dan II
  3. Al-Tamrinat I, II dan II, merupakan buku latihan dan pendalaman qawa’id (kaidah-kaidah tata bahasa), uslub (gaya bahasa), kalimat, dan mufradat (kosa kata).
  4. Dalil at-Tamrinat I, II dan III.
  5. Amtsilah al-Jumal I dan II, merupakan buku yang berisi contoh-contoh i’rab dari kalimat lengkap yang benar.
  6. Al-Alfazh al-Mutaradifah, buku tentang sinonim beberapa kata dari bahasa Arab.
  7. Qawa’id al-Imla, buku tentang kaidah-kaidah penulisan arab secara benar.
  8. Pelajaran Membaca Huruf Arab I A, I B, dan II, dalam bahasa Jawa.
  9. Pelajaran Tajwid, dalam bahasa Arab, lanjutan pelajaran tentang kaidah membaca al-Qur’an secara benar.
  10. Bimbingan Keimanan, buku pelajaran aqidah untuk tingkat dasar dan bacaan anak-anak.
  11. Ushuluddin, buku pelajaran akidah Ahlussunnah wal Jamaah untuk tingkat menengah dan tingkat lanjutan.
  12. Pelajaran Fiqih I dan II, buku pelajaran fiqih tingkat menengah dan dapat dipergunakan untuk praktek beribadah secara praktis dan sederhana bagi pemula.
  13. Senjata pengandjoer, ditulis bersama kakak kandungnya, KH. Zaenuddin Fanani.
  14. Pedoman Pendidikan Modern.
  15. Kursus Agama Islam ditulis bersama kakanya KH. Zaenuddin Fanani.[4]

Penulis:  Mulyana



[1]Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), cet. 3, hal. 195.
[2]Prof. Dr. Harun Nasution, dkk, KH.H. Imam Zarkasyi dalam Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jilid I, (Jakarta, Departemen Agama, 1998), hal. 407.
[3] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), cet. 3, hal. 197-199
[4] Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pondok Modern, (Ponorogo: Gontor Perss, 1996), hal. 253-254