Nama kecil K.H. Ahamad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Beliau  merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah, beliau termasuk keturunan kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, yaitu seorang wali besar dan terkemuka diantara wali songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa.[1] Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).[2]
K.H. Ahamad Dahlan. (foto: suaramuhamadiyah.id)
K.H. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada 1 agustus 1868. Beliau adalah putra keluarga K.H. Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri H. Ibrahim yang juga menjabat Penghulu Kesultanan Yogyakarta saat itu. Pada usia 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini beliau mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afgani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taymiyah.[3]

Ketika Muhammad Darwis berumur 18 tahun, orang tuanya bermaksud menikahkannya dengan putri dari K.H. Muhammad Fadlil yang bernama Siti Walidah. Setelah orang tua dari kedua belah pihak berunding, maka pernikahan dilangsungkan pada bulan Dzulhijjah tahun 1889 dalam suasana yang tenang. Siti Walidah inilah yang kelak dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, sosok pendiri Aisyiyah dan pahlawan nasional. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu, Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Setelah menikahi Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan pernah menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Beliau juga pernah menikahi Nyai Rum, adik K.H. Munawwir dari Krapyak. K.H. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari pernikahannya dengan Nyai Aisyah (Adik Adjengan Penghulu) dari Cianjur. Anak laki-laki itu bernama Dandanah. K.H. Ahmad Dahlan bahkan pernah menikah dengan Nyai Yasin dari Pakualaman.[4]

Riwayat Pendidikannya
Muhmmad Darwis mengawali pendidikan di pangkuan ayahnya di rumah sendiri. Darwis mempunyai sifat yang baik, berbudi pekerti halus, dan berhati lunak,tetapi juga berwatak cerdas. Sejak usia balita, kedua orang tua Darwis sudah memberikan pendidikan agama. Sejak kecil Muhammad Darwis diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Disamping itu, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Quran, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Pada usia 15 tahun (1883), Beliau sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun.

Beliau pun semakin intens berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh Islam pembaharu itu sangat berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwis. Semangat, jiwa dan pemikiran itulah kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, Beliau memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.[5]

Menjelang dewasa, Beliau mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qiraat Al-Quran), serta beberapa guru lainnya. Dengan data ini, tak heran jika dalam usia relatif muda, Beliau telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalui merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya. Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun. 

Merasa tidak puas dengan hasil kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia. berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, Beliau banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh Muhammad Khatib al Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal-al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya. 

Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan Dahlan tentang Universalitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan saat itu. Sekembalinya dari Mekkah, Beliau mengganti namanya menjadi Haji Ahmad Dahlan, yang diambil dari nama seorang mufti yang terkenal dari Mazhab Syafii di Mekkah, yaitu Ahmad bin Zaini Dahlan. Beliau membantu ayahnya mengajar pengajian anak-anak. Keadaan ini telah menyababkan pengaruh Ahmad Dahlan semakin luas di masyarakat sehingga Beliau diberi gelar “Kiai.” Sebagai seorang kiai, Beliau dikategorikan sebagai ngulomo (ulama) atau intelektual. Dan karena keuletan serta kesungguhan dalam belajar agama, sosok K.H. Ahmad Dahlan pada waktu itu dikenal sebagai seorang ulama oleh kiai-kiai lain. Hal ini disebabkan karena seorang Ahmad Dahlan tidak pernah merasa puas dengan hanya belajar dari satu guru. Berbagai guru dari beragam disiplin ilmu sudah dia temui, sebagaimana yang sudah disebutkan di atas.

Mendirikan Muhammadiyah
Pada tahunn 1912, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dengan cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Pada tanggal 20 Desember 1912, beliau mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah. K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan. Hal ini diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam.[6]
Biografi K.H. Ahamad Dahlan
K.H. Ahamad Dahlan. (foto: buletinmitsal.com)
Slogan yang diungkapkannya adalah ”Kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits”. Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang agama dan pendidikan ini banyak mendirikan sekolah-sekolah, dari mulai Taman Kanak Kanak (TK) hingga perguruan tinggi, dan pada perkembangan selanjutnya organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga sosial seperti rumah sakit dan panti asuhan.

Kemajuan kaum wanita juga menjadi gagasan dan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Beliau  menghendaki kaum wanita dapat maju seperti halnya kaum pria. Untuk itu beliau mendirikan organisasi Aisyiyah pada tahun 1918. [7]

Wafat
K.H. Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923, sekitar 5 tahun sesudah Aisyiyah berdiri, dan dimakamkan di Yogyakarta. Pemerintah Indonesia mengangkat K.H. Ahmad Dahlan menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1961.[8]

Penulis: Firamli

[1] Tim Gudang Ilmu. Pahlawan Indonesia dan Profilnya Edisi Terlengkap.(Jakarta : Gudang Ilmu, 2011). hal. 142
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan. Diunduh pada 24 Desember 2016
[3] Salman Iskandar. 99 Tokoh Muslim Indonesia. (Bandung : DAR! Mizan, 2009). Cet. I. hal. 12
[4] Nur Laila. Skripsi Pembaharuan Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan. (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2014). hal. 30
[5]  Nur Laila. Skripsi Pembaharuan Pendidikan Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan… hal. 31
[6] Salman Iskandar. 99 Tokoh Muslim Indonesia... hal. 13
[7] Gamal Komandoko. 125Pahlawan dan Pejuang Nusantara. ( Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2008).  hal. 17
[8] Gamal Komandoko. 125Pahlawan dan Pejuang Nusantara. ( Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2008).  hal. 17