Nasab Abu Bakar Ash-Shiddiq
Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq
sebenarnya adalah Absul Bin Ustman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin
Taim bin Murrah bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Bertemu
nasabnya dengan Nabi SAW pada kakeknya, Murrah bin Ka’ab bin Luai.
Dan ibunya adalah Ummu
al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin bin Sa’ad bin Taim. Berarti
ayah dan ibunya berasal dari kabilah bani Taim.
Ayahnya diberi kunyah Abu
Quhafah. Dan pada masa jahiliah Abu Bakar Ash-Shiddiq digelari Atiq. Imam Ath-Thabari
menyebutkan dari jalur Ibnu Lahi’ah bahwa anak-anak dari Abu Quhafah ada tiga
orang, yaitu Atiq (Abu Bakar), kedua, Mu’taq, dan Utaiq.[1]
Sebelum memeluk Islam, Abu
Bakar as-Siddiq bernama Abdul Ka’bah. Oleh Rasulullah namanya diganti menjadi Abdullah
bin Abi Quhafah at-Tamimi. Ibunya bernama Ummul Khair Salma binti Sakhir bin
Amir. Beliau lahir dua tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Gelar-gelar Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abdullah kemudian digelari
Abu Bakar as-Siddiq yang artinya “Abu”(Bapak) dan “Bakar”(pagi). Gelar itu
diberikan karena beliau merupakan oramh dewasa yang pertama kali memeluk islam
dan beliau masuk Islam pada waktu pagi, sedangkan gelar as-Siddiq diberikan
kepadanya karena beliau orang yang senantiasa membenarkan segala tindakan
Rasulullah SAW., terutama dalam peristiwa Isra Mi’raj.
Abu Bakar juga diberi gelar Ash
Shahib (Sahabat karib Rasulullah SAW) sebagaimana terdapat dalam firman Allah
di surat at Taubah ayat 40. Beliau juga diberi gelar Al Atqaa (orang yang
paling bertakwa) sebagaimana terdapat dalam surah Al-Lail ayat 17.[2]
Gelar lain adalah Al-Awwah
(orang yang sangat takut kepada Allah). Seorang nama yang bernama Ibrahim An
Nakha’I berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki “Al-Awwaah” karena kelemah
lembutan, kasih saying dan kepekaan hatinya yang mudah terharu dan menangis.[3]
Ciri fisik dan Karakter Akhlak Abu Bakar
Imam Nawawi rahimahullah
dalam kitabnya “Tahdzib Al Asmaa Wa Al-Lughaat” berkata,”beliau termasuk tokoh
Quraisy di masa jahiliyah, menjadi penasehat mereka, mereka mencintai dan
bersikap lemah lembut kepadanya. Ketika masuk islam, beliau mengutamakan Islam
dari yang lainnya dan masuk islam secar Kaffah (keseluruhan). Beliau berakhlak
mulia, pandai tentang masalah nasab-nasab bangsa arab. “sesungguhnya Abu Bakar
adalah seorang Quraisy yang paling mengetahui tentang Nasab mereka.[4]
Abu Bakar Ash-Shiddiq |
Sedangkan karakter akhlaknya,
beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendiruan, selalu memiliki
ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, murah hati, penyabar, memiliki
azimah (memiliki keinginan yang kuat), faqih, paling mengerti dengan garis
keturunan (nasab),Arab dan berita-berita tentang tentang mereka, sangat
bertawakal kepada Allah SWT dan yakin dengan segala janjiNya, bersifat wara’
dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa
yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah.[6] semoga
Allah meridhoinya.
Tokoh yang berjiwa agung ini
tidak hanya memberikan kepada ummat apa yang mereka minta bahkan beliau memberi
apa yang mereka harapkan sebelum mereka meminta. Beliau selalu tampil dibaris
terdepan dalam menunaikan kewajiban dan ke utamaan, mengatasi segala kesulitan
dan memberikan kepada umat dengan segala kemampuan yang dimilikinya dengan
penuh pengorbanan harta, waktu, ilmu, perasaan, tenaga dan lainnya.
Kesederhanaanya merupakan
modal utama dari keagungannya. Beliau adalah guru kemanusian dalam bidang
keimanan dan kesabaran. Beliau rajin beribadah kepada Allah seolah-olah beliau
melihatNya, dan gemar beramal sosial. Beliau memilki hati yang lembut, peka
perasaanya dan penuh empati terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain.
Ilmunya tidak terbatas pada teori tapi menembus dan membuahkan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari. Beliau segera turun tangan melaksanakan pesan-pesan
hatinya yang lembut dan penyantun.[7]
Istri-istri dan Putri-putri Abu Bakar
Abu bakar pernah menikahi
Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada jahiliyah, dan dari
pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’. Beliau juga menikahi Ummu
Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan
tersebut lahirlah Abdurrahman dan Aisyah.
Beliau juga menikahi Asma’ binti Uwais bin Ma,ad bin Taim
al-Khats”amiyyah, dan sebelum itu Asma’ binti Uwais diperistri oleh Ja’far bin
Abi Thalib. Dari hasil pernikahan ini lahirlah Muhammad bin Abu Bakar, dan
kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji wada’ di Dzul Hulaifah. Beliau juga
menikahi Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abi Zuhair dari Bani al-Harits bin
al-Kharazj.
Abu bakar pernah singgah di
rumah Kharijah ketika beliau datang ke madinah dan kemudian mempersunting
putrinya, dan beliau juga masih masih bermukim dengannya di suatu tempat yang
disebut dengan as-sunuh[8],
hingga Rasulullah SAW wafat dan beliau kemudian beliau di ankat menjadi
khalifah sepeninggal Rasulullah SAW. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu
Kulsum, setelah Rasulullah SAW wafat.[9]
Ketika Cahaya Datang
cahaya islam menerangi bumi
Mekkah dibawa oleh Rasul al Amin. Segera Abu Bakar r.a menyambut hidayah islam,
bahkan beliau adalah seorang laki-laki dewasa yang masuk islam. Ammar bin Yasir
r.a berkata: “Aku melihat Rasulullah SAW di Mekkah dan orang-orang yang
mengikutinya saat itu hanya lima orang budak, dua wanita, dan Abu Bakar.”
(H.R Bukhari)
Abu Bakar langsung
mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk islam tanpa ragu sedikit pun.
Rasulullah SAW tidak melupakan jasa-jasa Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sering
memuji Abu Bakar di hadapan sahabat-sahabat lainnya[10].
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Tidak kuajak seorangpun masuk islam
melainkan ia ragu dan bimbang, kecuali Abu Bakar. Ia tidak ragu dan bimbang
ketika kusampaikan kepadanya.” (H.R. Bukhari).
Setelah mengikrarkan
keislamannya, Abu Bakar r.a mendakwahi orang-orang untuk masuk Islam. Sebab
dakwahnya, sekitar tiga puluh orang di Makkah masuk islam, diantaranya Utsman
bin Affan, Ustman bin Madz’un, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Waqqash, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan lain-lain radhiallahhuanhuma.
Semenjak sudah memeluk agam
Islam, Abu Bakar menjadi orang yang paling terdepan membela Islam. Beliau
merupakan seorang sahabat yang paling akrab serta paling dicintai Rasulullah
SAW. Amru bin Ash r.a pernah bertanya kepada Rasul, “siapakah di antara manusia yang paling Engkau
cintai ya Rasulullah?” Beliau menjwab, “Aisyah”. Dia bertanya lagi, “Kalau dari
pria? “ beliau menjawab”Ayahnya”.[11] (H.R
Bukhari dan Muslim).
Abu Bakar Wafat
Abu bakar mendahulukan islam
diatas selainnya, dia masuk islam dengan cara yang paling sempurna, ilmunya
terus meningkat naik, kebaikan-kebaikan terus naik, kebiakan-kebaikannya terus
bertambah hingga beliau wafat.[12]
Abu bakar menjdai khalifah
sejak tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 H, atau tanggal 8 juni 632 M. Abu Bakar
menjadi khalifah selama 2 tahun 3 bulan. Abu bakar sakit dimulai pada saat hari
yang sangat dingin ia mandi, lalu selama lima belas hari ia merasa demam, tidak
keluar rumah untuk melaksankan shalat, ia meminta umar bin Khattab mengimami
shalat.[13]
Tetapi selam adua minggu
dalam sakit sampai wafatnya itu pikiran Abu Bakar selalu tertumpu pada nasib
kaum muslimin, selama membuat perhitungan dengan dirinya, apa yang telah
dilakukannya sejak ia memegang pimpinan umat. Sejak sakitnya itu kuat seklai
perasaannya bahwa ajal sudah dekat.
Saat kematian Abu Bakar sudah
dekat r.a sudah dekat, saat ajal yang ditetapkan sudah tiba, dia memanggil
putrinya Aisyah r.ah untuk memberi nya wasiat, Abu Bakar r.a berkata, “Putriku,
sesungguhnya kami diberi tugas mengurusi perkara kaum muslimin, namun kami
tidak mengambil satu dinar atau satu dirham pun, tetapi kita memakan makanan
mereka yang keras diperut kita, memakai pakaian mereka yang kasar di tubuh
kita, tak tersisa sedikit pun dari harta fai’ kaum muslimin pada kita selain
seorang hamba sahaya Habasyah, unta penyiram tanaman, dan sepotong kain, bila
aku mati, maka serahkan semua itu kepada Umar.” Lihatlah unta penghasil susu
yang susunya kita minum, wadah yang kita gunakan untuk mencelup makanan
kedalamnya dan sepotong kain yang kita pakai, kita mengunakannya saat kita
memegang urusan kaum Muslimin, maka bila aku mati, serahkanlah semua itu kepada
Umar.
Dihari wafat Abu Bakar r.a,
Madinah diselimuti oleh tangis kesedihan, dan orang-orang tercengang seperti
pada hari wafat Rasulullah SAW. Ali bin Abi Thalib r.a datang dengan cepat
sambil berkata, “Hari ini, khilafah kenabian telah selesai.” Ali r.a berdiri di
atas rumah dimana jasad Abu Bakar r.a disemayamkan, dia berkata, “semoga Allah
merahmatimu wahai Abu Bakar. Engkau adalah orang pertama yang masuk islam,
paling sempurna imannya, paling takut kepada Allah, paling melindungi
Rasulullah, paling menjaga islam, paling berjasa kepada para sahabatnya, paling
bagus perangainnya.[14]
Setelah dua tahun lebih Abu
bakar memimpin kaum muslimin sebagai khalifah, akhirnya beliau menderita sakit
selama 15 hari. Wafat pada tanggal 21 Jumadil akhir 13H/ 22 Agustus 634 M. Beliau
dumakamkan di samping makam suri teladnan dan sahabat tercintanya, Rasulullah
SAW.[15]
Alangkah bahagiannya Abu
Bakar, karena ia termasuk salah seorang yang telah dikabarkan Rasulullah akan
masuk surga. Tidak ada kabar gembira yang lebih besar dari surga, hunian abadi
bagi orang-orang yang bertakwa yang penuh dengan kenikmatan.
Penulis: Nor Anisa
Baca Juga:
Referensi
[1] Al-Hafihz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah
Rasulullah,( Jakarta: Darul Haq, 2014), hal.5.
[4] Fariq Gasim Anuz, Abu Bakar
Ash-Shiddiq......hal.371.
[5] Al-Hafihz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah
Rasulullah, (Jakarta: Darul Haq, 2014), hal.6.
[6] Al-Hafihz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup......hal.6.
[7]Fariq Gasim Anuz, Abu Bakar Ash-Shiddiq......hal.6.
[9] Al-Hafihz Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasulullah,
(Jakarta: Darul Haq, 2014), hal.7.
[10] Fariq Gasim Anuz, Abu Bakar Ash-Shiddiq,
(Lamongan: Daun Publishing, 2015), hal.32.
[11] Fariq Gasim Anuz, Abu Bakar
Ash-Shiddiq......hal.34.
[12] Abdul Hamid as-Suhaibani, Para Sahabat
Nabi, (Jakarta: Darul Haq, 2015), hal.4
[13] Fariq Gasim Anuz, Abu Bakar Ash-Shiddiq,
(Lamongan: Daun Publishing, 2015), hal.338.
[14] Abdul Hamid as-Suhaibani, Para Sahabat
Nabi......hal.11.
0Comments