Sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistem” yang berarti komponen yang berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Dengan demikian sistem pendidikan pondok modern adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan pondok modern yang bekerja sama secara terpadu dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan pondok modern yang di cita-citakan.

Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang modern. Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosio-kultural seringkali membentuk pada aneka kemapanan. Dan berakibat pada keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualitas bangunan-bangunan sosio-kultural dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali dengan sistem pendidikan pondok modern. Karena itu sistem pendidikan pondok modern harus selalu melakukan upaya rekontruksi pemahaman tentang ajaranajarannya agar tetap relevan dan survive.

Pondok modern Gontor walaupun namanya pondok pesantren, tetapi pendidikannya dan pengajarannya adalah bukan seperti pondok pesantren tradisional ataupun tidak seperti model madrasah sekarang. Pondok modern Gontor memiliki corak khusus yang merupakan modifikasi dari sistem pendidikan pondok pesantren dan sistem pengajaran madrasah.

Kita dapat melihat dengan jelas bahwa sistem pendidikan agama yang paling baik adalah sistem pondok pesantren, sedangkan sistem pengajaran di nilai sebagai sistem terbaik untuk pengajaran agama. Dengan demikian sistem pendidikan dan pengajaran adalah sistem madrasah dalam pesantren. Madrasah dalam pesantren inilah menurut mereka yang dimaksud dengan modern dalam pondok modern Gontor.[1]
Pondok Modern Gontor
Pondok Modern Gontor
Diantara sistem pendidikan pondok modern yang diterapkan KH. Imam Zarkasyi adalah sistem klasikal. Dalam sistem klasikal yang dilakukan KH. Imam Zarkasyi pada awalnya adalah mendirikan madrasah, nama madrasah yang didirikan KH. Imam Zarkasyi sama dengan madrasah yang didirikan gurunya Mahmus Yunus, yaitu Kulliyyatul Mua’llimin al-Islamiyah (KMI). KH. Imam Zarkasyi mengembangkan madrasahnya ke arah tujuan pondok pesantren yaitu tafaqquh fi ad-din, guna mencetak ulama dan tokoh masyarakat dengan menerapkan sistem belajar yang efektif dan efisien. Hal ini ditempuh dalam rangka menerapkan eksistensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu. Disamping secara klasikal juga diperkenalkan sistem ekstra kurikuler dan untuk terlaksananya kegiatan tersebut diadakan sistem asrama agar tujuan dan asas pendidikan dapat dibina secara efektif.[2]

Kurikulum Pendidikan Pondok Modern Gontor
Sebagaimana pondok modern pada umumnya, Pondok modern Gontor mandiri dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, karena itu kurikulumnya pun disusun secara mandiri. Materi ketrampilan, kesenian, dan olahraga tidak dimasukkan dalam kurikulum intra, melainkan menjadi aktivitas ekstra-kurikuler, agar para santri dapat lebih bebas memilih serta mengembangkan bakat sesuai dengan aktivitas yang ada.

1.  Intra-Kurikuler
Sebelum membahas item ini secara lebih lanjut, perlu dijelaskan lebih dulu mengenai program belajar dan jam belajar di KMI.

Program
Terdapat dua macam program yang ditempuh siswa di KMI PMDG: program reguler untuk lulusan SD/MI, dengan masa belajar 6 tahun; dan program intensif untuk lulusan SMP/MTs dan di atasnya, masa belajar 4 tahun (kelas 1-3-5-6).

Jam Belajar
Kegiatan intra kurikuler di KMI berlangsung dari jam 07.00WIB- 12.50 WIB, dengan istirahat 2 kali: pertama jam 08.30-09.00 dan kedua jam 11.15-11.30. Waktu belajar itu dibagi menjadi 7 jam pelajaran, masing-masing mendapat alokasi waktu 45 menit, kecuali pelajaran jam ketujuh yang mendapat alokasi waktu 35 menit.

Tujuan
Tujuan institusional umum dari kurikulum KMI adalah mencetak santri yang mukmin muslim, taat menjalankan dan menegakkan syari'at Islam, berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada bangsa dan negara.

Isi
Kurikulum ini dapat dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai berikut:
  • Bahasa Arab (Semua disampaikan dalam Bahasa Arab): al-Imla', al-Insya', Tamrin al-Lughah, al-Muthala'ah, al-Nahwu, al-Sharf, al-Balaghah, Tarikh al-Adab, dan al-Khat al-`Arabi.
  • Dirasah Islamiyah (kelas II ke atas, seluruh materi ini menggunakan B.Arab): al-Qur'an, al-Tajwid, al-Tauhid, al-Tafsir, al-Hadits, Mushthalah al-Hadits, al-Fiqh, Ushul al-Fiqh, al-Fara'idl, al-Din al-Islami, Muqaranat al-Adyan, Tarikh al-Islam, al-Mantiq, dan al-Tarjamah (Arab-Indonesia).
  • Keguruan: al-Tarbiyah wa al-Ta'lim (dengan B. Arab) dan Psikologi Pendidikan (dengan B. Indonesia).
  • Bahasa Inggris (dengan B. Inggris): Reading and Comprehension, Grammar, Composition, dan Dictation,
  • Ilmu Pasti: Berhitung, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Fisika, dan Biologi.
  • Ilmu Pengetahuan Sosial: Sejarah Nasional dan Internasional, Geografi, Sosiologi, dan Psikologi Umum.
  • Keindonesiaan/Kewarganegaraan: Bahasa Indonesia dan Tata Negara.

Kegiatan KMI
Kegiatan yang dimaksudkan di sini tidak melulu bersifat intrakurikuler, tetapi juga meliputi beberapa kegiatan ko-kurikuler yang ditangani oleh KMI. Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan harian, mingguan, tengah tahunan, dan tahunan.
  • Kegiatan Harian meliputi: (1) Supervisi proses pengajaran, (2) Pengecekan persiapan mengajar, (3) Pengawasan disiplin masuk kelas, (4) Pengontrolan kelas dan asrama santri saat pelajaran berlangsung, (5) Penyelenggaraan belajar malam bersama wali kelas, berlangsung dari jam 20.00-21.45.
  • Kegiatan Mingguan meliputi: (1) Pertemuan guru KMI setiap Kamis (Kemisan) untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar selama seminggu. Forum ini juga digunakan oleh Pimpinan Pondok untuk memberikan pengarahan dan menyampaikan program-program dan masalah-masalah Pondok secara keseluruhan, (2) Pertemuan ketuaketua kelas (Jum'at malam).
  • Kegiatan Tengah Tahunan yang meliputi ujian semester I dan II.
  • Kegiatan Tahunan meliputi (1) Fath al-Kutub: yaitu latihan membaca kitab-kitab berbahasa Arab (terutama kitab klasik) untuk kelas V dan VI. Santri diberi tugas untuk membahas persoalan-persoalan tertentu dalam akidah, fiqih, hadis, tafsir, tasawwuf, dll., serta kemudian membuat dan menyerahkan laporan tertulis mengenai hasil kajiannya kepada guru pembimbing untuk dievaluasi. Kegiatan ini berlangsung seminggu. (2) Fath al-Mu'jam: latihan dan ujian membuka kamus berbahasa Arab untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan berbahasa Arab santri, terutama dalam mencari akar dan makna kosa kata. (3) Manasik al-Haj: latihan ibadah haji bagi siswa baru, berlokasi di lingkungan kampus, di bawah bimbingan guru ahli. (4) Amaliyat al-Tadris, yakni praktek mengajar untuk siswa kelas 6. (5) Al-Rihlah al-Iqtishadiyah (economic study tour): orientasi tentang dan kunjungan ke dunia usaha dan kewiraswastaan, untuk menanamkan jiwa kemandirian dan kewiraswastaan kepada para santri. (6) Penulisan karya ilmiah mengenai berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan dalam bahasa Arab. (7) Pembekalan wawasan mengenai berbagai persoalan untuk santri kelas 6 menjelang tamat belajar di KMI, yang meliputi: "Orientasi tentang: dunia pers dan jurnalistik, belajar di perguruan tinggi, wawasan pengembangan kemasyarakatan, kepondokmodernan, perpustakaan, studi Islam, dan metode dakwah." Ceramah dan dialog mengenai gerakan-gerakan Islam kontemporer di Indonesia. Penataran untuk mengajar TPA/Q.

2. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ini sebenarnya tidak sepenuhnya bersifat ekstra, karena ada yang sebenarnya bersifat ko-kurikuler. Kegiatan ini ditangani oleh Pengasuhan Santri melaui Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) dan Gerakan Pramuka. Kegiatan ini terbagi menjadi kegiatan harian, mingguan, tengah tahunan, dan tahunan (lihat lampiran).

Semua kegiatan dalam berbagai bentuknya seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan satu kesatuan "kurikulum" yang tak terpisahkan yang mengatur seluruh kahidupan santri guna mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang dikehendaki. Dengan kata lain semua kegiatan yang ada memiliki nilai pendidikan dalam berbagai aspeknya, sehingga "segala yang dilihat, didengarkan, dirasakan, dan dialami oleh santri adalah untuk pendidikan".[3]

3. Pengajaran Bahasa Asing Pondok Modern Gontor
Selain diberi pelajaran umum KH. Imam Zarkasyi juga memberi pelajaran bahasa asing bagi santri pondok modern Gontor. Bahkan kemahiran berbahasa asing inilah yang menjadi daya tarik pada orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya di pondok modern Gontor.

Alasan diberikan pengajaran bahasa asing terutama bahasa Arab di pondok modern ini menurut KH. Imam Zarkasyi adalah pengalaman beliau ketika mondok di pondok tradisional. Pada waktu itu santri yang belum bisa bahasa Arab langsung disuruh oleh kyai untuk membaca kitab. Pertama kyai membaca dulu santri disuruh menirukan. Begitulah terus menerus sampai menamatkan satu kitab. Ketika tidak tahu santri tidak boleh bertanya karena dianggap tidak sopan. Walaupun bisa membaca suatu kitab, belum tentu santri bisa membaca kitab lain yang belum pernah dikaji. Dari pengalaman inilah akhirnya diadakan pelajaran bahasa Arab di pondok Modern Gontor baru setelah memahami bahasa Arab santri bebas membaca kitab apapun tulisan yang berbahasa arab.[4]

Para santri pondok Modern Gontor diwajibkan berbicara dengan bahasa asing setelah mukim selama 6 bulan, baik bahasa arab maupun bahasa Inggris. Santri dilarang dengan bahasa daerah. Bahasa Indonesia digunakan hanya untuk melayani tamu yang berkunjung. Menurut Steenbrink alasan yang dikemukakan untuk menunjukkan pentingnya bahasa arab di luar motif agama adalah:
  • Bahasa Arab kaya sekali dalam kosa kata dan struktur bahasanya, sehingga bahasa ini cocok sebagai alat untuk mengekspresikan pikiran dan emosi, serta sebagai alat untuk mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan.
  • Bahasa Arab mempunyai kepustakaan besar pada semua bidang ilmu pengetahuan.
  • Bahasa Arab adalah bahasa yang dengan bahasa ini semua ilmu pengetahuan modern dan kesusastraan modern dapat dikemukakan, baik dengan bahasa asli maupun bahasa terjemah.
  • Bahasa Arab adalah bahasa dari kelompok terbesar dunia ketiga. Untuk itu mempersatukan dunia ketiga, bahasa ini patut diperhatikan di Indonesia. Bahasa Arab kosa katanya banyak yang dijadikan bahasa Indonesia[5]

Dengan mempelajari bahasa Arab, para santri diharapkan mampu membaca kitab yang berbahasa Arab secara mandiri tanpa tergantung kepada bimbingan kyai atau guru. Tidak saja membaca kitab-kitab kuning klasik, tetapi juga membaca kitab-kitab, majalah serta tulisan yang berbahasa Arab yang lain. Dalam mengajarkan bahasa Arab ini, KH. Imam Zarkasyi menggunakan metode thariqah mubasyarah atau metode langsung. Ada cerita menarik dari hasil penerapan metode ini, yaitu kisah Nurchalis Madjid ketika ia mulai mondok di pondok modern Gontor, ayahnya telah memiliki kitab-kitab yang sangat banyak, dan tidak ada yang mampu membacanya selain ayahnya sendiri. Namun, ketika suatu saat Nurchalis pulang ke rumah, dibawanya sebuah bacaan berbahasa arab dari mesir, kemudian ditunjukkan kepada ayahnya untuk dibaca. Namun, ayahnya tidak dapat membacanya. Akan tetapi, kemudian ia menunjukkan kepada ayahnya bahwa ia telah mampu membaca semua kitab-kitab yang dimiliki ayahnya.[6]

Bahasa asing yang diterapkan KH. Imam Zarkasyi di pondok modern ini adalah bahasa Inggris, sebab bahasa Inggris merupakan medium penting untuk komunikasi internasional. Bahasa Inggris merupakan bahasa terbesar di dunia sekarang ini dan merupkan salah satu bahasa resmi PBB. Dapat dikatakan bahwa bahasa Inggris adalah kunci untuk ilmu pengetahuan dunia, karena digunakan untuk medium diskusi ilmiah.

Menurut Matsuhu ciri khas pondok modern Gontor ini adalah kedisiplinan yang tinggi dalam penggunaan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Bahkan dalam memberi komentar pada siaran sepak bola juga dilakukan dalam bahasa Arab atau Inggris, di pohon-pohon atau di tempat-tempat tertentu ditempel daftar kata-kata atau ideomideom yang perlu dikuasai oleh santri. Pemakaian bahasa Arab dan Inggris ini sehari-hari selalu diawasi dan dibimbing oleh santri senior dan para ustadz. Untuk itu ustadz semaksimal mungkin harus selalu bersama mereka. Dengan kedisiplinan tinggi dalam bahasa Arab dan Inggris, diharapkan nantinya para santri dalam berbicara secara aktif dalam kedua bahasa tersebut, disamping membaca dan menulis. Dengan mahir berbahasa asing terutama bahasa Inggris maka para santri akan bisa mengikuti perkembangan zaman yang cenderung dalam globalisasi yang selalu berubah karena pondok modern merupakan yang selalu tanggap terhadap perubahan dan tuntutan zaman, berwawasan masa depan dan mengutamakan prinsip efektifitas dan efisien. Dan khusus untuk pelajaran bahasa, metode ini tempuh dengan metode langsung (direct method) yang diarahkan pada penguasaan bahasa secara efektif dengan cara memperbanyak latihan (drill) baik lisan maupun tulisan. Dengan demikian tekanan lebih banyak diarahkan pada pembinaan kemampuan anak untuk memfungsikan kalimat secara sempurna dan bukan pada alat atau gramatika tanpa mampu bahasa. Disamping pelajaran bahasa atau pelajaran kelas juga diajarkan etika dan tatakrama yang berupa kesopanan lahir dan kesopanan batin dan diberikan juga pelajaran ketrampilan.[7]

Struktur dan Manajemen Pondok Modern
Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan tidak lagi di pandang oleh kyai secara turun temurun akan tetapi sudah di pegang oleh badan wakaf, struktur pengurusan sepenuhnya diserahkan oleh badan wakaf. Dalam hal ini badan wakaf mempunyai lima program yaitu yang berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran, bidang pelajaran dan pergedungan, bidang perwakafan dan sumber dana, bidang kaderisasi serta bidang kesejahteraan, dengan demikian pengaturan jalannya organisasi pendidikan menjadi lebih dinamis terbuka dan obyektif.[8]

Oleh karena itu proses keberhasilan sistem pendidikan pondok modern sangat dipengaruhi oleh penataan manajerialnya. Sehingga dewasa ini, pesantren harus membuka mata untuk melihat dunia luas. Keharusan dan keniscayaan kebutuhan pola kerjasama yang simbolis mutualistis antara pondok modern dengan institusi-institusi yang dianggap mamapu memberikan kontribusi dan nuansa transformatif.[9]

Mengintegrasikan dua Sistem Pondok dan Madrasah
Santri dan pondok akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan, baik dari dalam maupun dari luar Islam bahkan dari luar negeri. Sorotan tersebut bermacam-macam, ada yang positif yaitu untuk mencari sistem pendidikan alternatif. Hal ini dorong adanya anggapan bahwa sistem pendidikan yang sudah ada tidak sesuai dengan tuntutan zaman, bahkan dirasakan perlu mencari sistem pengganti, sehingga pondok bisa menjadi pendidikan alternatif.[10]

Terlepas dari sorotan tersebut, dibicarakannya pondok akhir-akhir ini merupakan fenomena adanya keraguan tentang keberadaan santri dan pondok sekarang ini apakah masih relevan dengan pembangunan umat ?. Dalam hal ini pembahasannya dikhususkan kepada santri. Definisi santri telah banyak dikemukakan orang, namun secara umum ciri gambarannya, santri memiliki tiga ciri. Pertama, seorang santri mempunyai kepedulian terhadap kewajiban-kewajiban baik dengan sesama makhluk.

Namun pondok, terutama kata pondok dapat dilihat sebagai suatu pikiran yang maju dalam dunia pendidikan. ciri pendidikan ini menampilkan santri sebagai sentralnya. Pondok diadakan untuk melayani kepentingan para santri. Ini jarang, atau hampir tidak ada lembaga pendidikan yang menempatkan cita mengutamakan siswa secara eksplisit.

Alasan seperti itulah yang membuat KH. Imam Zarkasyi memilih pondok sebagai model lembaga pendidikannya. Hal ini dapat ditangkap dari ungkapan KH. Imam Zarkasyi setelah beliau merantau menuntut ilmu, pemikiran tentang pondok dan pendidikan timbul kembali.

Pondok adalah tempat menggembleng bibit-bibit umat. Ini terjadi sejak 1000 tahun yang lalu, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Maka dari itu pendidikan pemuda-pemuda Indonesia yang berupa pondok ini sudah ada sebelum adanya sekolah-sekolah ala Barat. KH. Imam Zarkasyi pun selalu berkata bahwa pendidikan di pondok itulah sebenarnya pendidikan nasional yang tulen atau pure national. Sesudah mengetahui pondok merupakan tempat yang baik untuk mendidik, maka KH. Imam Zarkasyi, pak Sahal, pak Fanani memiliki naluri untuk meneruskan perjuangan ayah kami menghidupkan kembali pondok. Tapi pondok yang bagaimana yang harus kita hadapi ? di sanalah akhirnya timbul satu pemikiran-pemikiran baru.

Menurut pandangan KH. Imam Zarkasyi, lembaga pendidika pesantren tetap merupakan tempat yang ideal untuk mencetak kader-kader umat. Pondok mampu menanamkan sikap, pandangan dan filsafat hidup yang bermanfaat bagi kehidupan santri pada kehidupannya masa depan. Di pondok pula pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak dapat kita lakukan secara efektif. Dari pendidikan pondok ini telah lahir tokoh-tokoh pejuang dan pemimpin masyarakat. Bahkan ada salah satu presiden Indonesia adalah seorang alumni pondok pesantren sekaligus pengasuh sebuah pondok pesantren.

Sementara itu pengalaman belajar KH. Imam Zarkasyi tentang sistem madrasah menunjukkan satu perkembangan yang berarti. Dari pengalaman ini lalu KH. Imam Zarkasyi mendirikan madrasah seperti madrasah tempatnya dulu bersekolah yaitu Kulliyatul Mu’alimin. Menurut Danasaputra madrasah yang didirikan di pondok modern Gontor ini berbeda dengan madrasah pada umumnya. Perbedaannya yaitu madrasah ini menggunakan cara baru dalam mendidik pada santrinya. Pada waktu itu sudah banyak lembaga sejenis yang berdiri, seperti Kulliyatul mu’allimin di Yogyakarta, madrasah-madrasah yang didirikan di pondok Tebuireng, Tambakberas, Rejoso dan Krapyak.[11] Akan tetapi madrasahmadrasah itu terpisah dari pondok. Madrasah-madrasah itu hanya sebagai tambahan dari sistem pondok yang tetap mengajarkan kitab-kitab kuning yang khas itu.[12] Sedangkan Kulliyatul Mu’alimin al-Islamiyah (KMI) dalam konsep KH. Imam Zarkasyi dikembangkan dan diarahkan ke arah tujuan pondok modern yang tafaqquh fi ad-din, guna mengecek ulama dan tokoh masyarakat dengan menerapkan metode yang efektif dan efisien. Jika di pondok lain seperti Tebuireng, Rejoso, Tambak Beras, dan Krapyak terpisah dari pondok, maka di pondok modern Gontor antara madrasah dan pondok merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Disini sesuai dengan ide KH. Imam Zarkasyi, madrasah dan pondok merupakan integrasi atau terpadu.

Dalam sistem madrasah ini KH. Imam Zarkasyi bertindak sebagai direktur KMI sekaligus guru yang mengajar di depan kelas, sementara di dalam pondok berperan sebagai kyai yang selalu memberikan wejanganwejangan moral serta pengarahan-pengarahan tentang wawasan keislaman dan falsafah hidup yang lebih luas. Dalam hal ini peran M.O. al-Hasyimi sangat besar dan inilah yang membedakan dari ustadz Muhamad Yunus dan Normal Islammnya.[13]

Penulis: Mulayana

Catatan Kaki.
[1] Win Ushuluddin, Sintesa Pendidikan Islam Asia Afrika, (Yogyakarta: Paramadina, 2002), hal. 101.
[2] Sa’id Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdaya dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hal. 210-211.
[3] Abdullah Syukri Zarkasyi MA, Peran Agama dan Budaya Islam dalam Mendorong Perkembangan IPTEK (Sebuah Model dari Pondok Modern Darussalam Gontor), http://www. gontor. co.id
[4] Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi......, hal. 450
[5] Karel A. Streenbrink, Pondok Madrasah Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1974), hal. 176.
[6] Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi......, hal. 54
[7] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam......, hal. 206-207
[8] Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi......, hal. 208-209.
[9] Sa’id Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan......, hal. 214
[10] Abdul Wahid Zaeni, Dinamika Pondok Kaum Santri, (Yogyakarta: LKPSM, 1996), hal. 85.
[11] Danasaputra dan Jumhur, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hal. 192.
[12] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya, 1985), hal. 237.
[13] Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi......, hal. 53.